Sumber: Lê Tân on Unsplash |
Sayang, mungkin mereka buta
Atau lupa
Pura-pura tak acuh
Dilahap merah yang melahap
Bukti baktiku padamu
Namaku sawit.
Aku adalah pohon yang begitu dicintai. Dicintai karena aku membawa
kebanggaan, membawa manfaat, dan membawa keuntungan. Tetapi, seseorang berkata semakin
terang sebuah cahaya, semakin gelap bayangan yang mengikutinya. Banyak juga
yang membenciku. Dibenci karena aku membawa kerusakan, polusi, dan sakit. Kalian
mungkin tahu, berita dan cerita yang kini menjadi buah bibir di negeri kita.
Kebakaran itu. Katanya salahku. Padahal masih abu-abu, mungkin itu
karena iklim kemarau, atau mungkin ada tangan-tangan nakal yang ingin mencuri
langkah terlebih dahulu. Itu bukan aku, itu mereka yang nakal. Lihat saja, aku
melawan. Sudah kukerahkan usahaku untuk melakukan penanaman sawit yang
berkelanjutan tanpa membuka lahan baru. Sudah kukerahkan upayaku untuk
memadamkan kebakaran itu. Sudah kukerahkan berbagai peraturan dan undang-undang
agar mereka tidak bisa leluasa dan sembarangan. Aku ingin tanah tempatku
berpijak adalah tanah yang diberkati, bukan dicuri. Aku masih ingin
berdampingan dan tumbuh bersama kalian.
Sudah lama aku hanya diam tegak menghadang badai, kini aku ingin sedikit
bicara mengungkapkan isi hati:
Seperti cinta yang tulus, aku tumbuh, berbunga, dan berbuah yang
akhirnya hasilnya kalian ambil. Buah cintaku kalian olah dan sebarluaskan,
menjadi berbagai macam kosmetik, seringkali kalian gunakan sebagai bahan
masak-memasak untuk menyambung hidup, pakaian, atau kalian gunakan sebagai bahan
bakar terbarukan untuk kendaraan kalian.
Bahkan kini, aku telah membawa negara kalian ke tingkat yang lebih
tinggi lagi—Indonesia sebagai negara produsen dan pengekspor terbesar minyak
kelapa sawit di dunia! Ah, betapa bangga dan bahagianya aku. Di tengah begitu
banyaknya kesulitan dan rintangan, aku bahagia karena benih cintaku dapat
beranak-pinak hingga menghasilkan dampak yang begitu besarnya.
Bahkan aku bahagia karena ternyata aku mampu memberikan kalian kehidupan
yang layak. Berjuta-juta masyarakat Indonesia menggantungkan mata
pencahariannya dari industri yang mengolahku. 10 juta masyarakat keluar dari
jerat kemiskinan dan kekurangan karenaku. Para pekerja yang rela jauh dari sanak
saudaranya untuk berlelah-lelah merantau merawatku agar bulir keringatnya dapat
ditukar dengan setumpuk uang untuk menyambung hidup. Betapa aku tidak tega
mematahkan semangat dan peluh yang telah mereka kucurkan untukku.
Maaf bagi kalian yang masih merasa merugi karenaku. Mungkin aku belum cukup kuat, mungkin juga aku belum cukup baik. Masih panjang jalan terjal yang harus kita lewati bersama, tapi kuharap kalian bersedia melapangkan dada. Kuharap kalian masih ingin mengulurkan tangan untuk membantu, karena aku dan sebagian masyarakat lainnya, menggantungkan harapan kami pada uluran tangan kalian.
Tapi ingatlah,
Aku mencintai kalian, seperti rasa cinta yang kalian berikan padaku. Bersama-sama,
perlahan rasa cinta itu menumbuhkan kekuatan bagi kita. Kekuatan untuk
menghadapi berbagai badai dan topan yang menghalau. Kekuatan untuk terus
berjuang bersama, saling menguatkan dan membutuhkan. Kekuatan untuk menjaga
lingkungan kita bersama, agar aku dan kamu dapat terus hidup berdampingan.
Cinta itu,
kini,
menghasilkan kekuatan bagi Indonesia kita.
0 wanderer:
Posting Komentar