Monday, April 7 2025

In Ekonomi Kelembagaan Sekolah

Ekonomi Kelembagaan dan Strategi Pembangunan Ekonomi






Strategi pembangunan ekonomi harus dipikirkan dengan cermat karena akan berimplikasi pada formulasi kesepakatan kelembagaan pada level mikro. Strategi pembangunan ekonomi dianggap sebagai kunci yang akan menentukan kebijakan teknis untuk menggulirkan kegiatan ekonomi.

📜 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Hasil gambar untuk comparative advantage
Sumber: marketbusinessnews
 Industrialisasi sendiri dapat dipahami sebagai sebagai pergeseran pertumbuhan sektor produksi (sektor primer ke sektor sekunder kemudian ke sektor jasa). Proses industrialisasi ini tidak bisa lepas dari formulasi keunggulan komparatif.

Teori keunggulan komparatif ini berkembang seiring dengan berjalannya perdagangan internasional. Teori ini didefinisikan sebagai bentuk dari nilai keunggulan nilai produk suatu negara yang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dipekerjakan untuk memproduksi barang tersebut (menekankan unsur produktivitas). Negara dikatakan punya keunggulan komparatif bila produktivitas tenaga kerjanya tinggi dan biaya produksinya murah.

Dua sumber keunggulan komparatif adalah modal dan tenaga kerja terampil. Tetapi, seiring berjalannya waktu ternyata tidak hanya modal dan tenaga kerja terampil yang memengaruhi keunggulan komparatif, tapi juga tingkat upah, sumber daya alam, ketersediaan infrastruktur ekonomi, dan nilai tukar mata uang. Jadi, dapat disimpulkan kembali bahwa:
Suatu negara dianggap memiliki keunggulan komparatif apabila dalam kegiatan ekonominya banyak menggunakan faktor produksi yang relatif lebih tersedia atau murah yang ada di negara itu daripada negara-negara yang merupakan mitra dagangnya.
Konsep keunggulan kompetitif juga dimaknai sebagai proses dimana perusahaan mampu menggunakan sumber daya dan kapabilitas yang dimiliki dalam menciptakan keunikan dan derajat kesulitan bagi pelaku lain untuk mengikuti/mengimitasi sehingga memberikan nilai tambah bagi pelanggan.

Pertama, faktor teknologi merupakan variabel penting yang membentuk keunggulan kompetitif suatu negara. Biarpun negara memiliki keunggulan komparatif apapun, tetapi jika tidak memiliki keunggulan teknologi, maka keunggulan tersebut akan hilang. Kedua, dalam pandangan makro, setelah sebuah negara memiliki kemampuan teknologi, dengan sendirinya ia akan memiliki keunggulan komparatif (bukan kompetitif). Dalam perspektif ini, teknologi dianggap sama dengan faktor lainnya. Dalam pandangan ini juga, teknologi tetap merupakan suatu faktor yang bisa dikomparasikan dengan pihak lain.

📜 Substitusi Impor dan Promosi Ekspor

Pemahaman terhadap pandangan keunggulan komparatif tersebut, biasanya mempengaruhi pilihan pengambilan kebijakan ekonomi di suatu negara. Secara ekstrem, pilihan kebijakan tersebut dipilah dalam dua kategori, yakni kebijakan industrialisasi yang bertumpu pada orientasi ekspor/promosi ekspor dan kebijakan yang menekankan orientasi ke dalam/substitusi impor. Kedua pilihan ini diterapkan secara luas oleh seluruh negara, khusunya negara berkembang, dengan derajat yang berlainan antara satu dengan lainnya.

Akselerasi perdagangan dunia itu menggambarkan keadaan yang tidak sejajar antara negara maju dengan negara berkembang; yakni dengan ditunjukkannya posisi neraca pembayaran negara berkembang yang selalu defisit terhadap negara maju. Kecenderungan ini tentunya menimbulkan persoalan besar bagi negara berkembang, karena dengan adanya defisit tersebut membuat cadangan devisa yang digunakan membiayai pembangunan ekonomi domestik menjadi tidak tersedia. Jika pembiayaan pembangunan macet, kegiata investasi tidak dapat dipenuhi sehingga mengganggu pencapaian pembangunan secara keseluruhan.

Paling tidak terdapat dua alasan yang bisa menjelaskan terjadinya kondisi tersebut, yakni: (i) ekspor negara berkembang kebanyakan berbentuk produk primer dengan ciri elastisitas permintaan rendah dan sering mengalami gejolak harga, sebaliknya sebagian besar impor negara berkembang justru berupa produk manufaktur dengan ciri elastisitas permintaan tinggi dan harga yang selalu stabil; dan (ii) negara maju akibat tingkat teknologi dan sumber daya manusia (SDM) yang lebih baik bisa menghasilkan produksi yang lebih efisien dan kompetitif, sehingga relatif lebih mampu menebus pasar negara berkembang.

Secara lebih spesifik, setidaknya terdapat beebrapa alasan pokok mengapa negara-negara berkembang perlu merepakan kebijakan promosi ekspor:
  1. Pilihan negara berkembang untuk memperkuat posisi eksternalnya, baik untuk memperkuat penerimaan devisa atau meredam gejolak perekonomian internasional
  2. Memacu akselerasi pertumbuhan industri manufaktur dalam negeri untuk tujuan ekspor dengan pencarian peluang pasar yang luas di berbagai negara
  3. Memperkuat dan memperluas kedudukan ekspor komoditas tradisional yang telah dikembangkan sejak lama dalam bentuk yang telah terproses sebagai barang jadi
  4. Meningkatkan penerimaan produsen (petani, pedagang idustriawan) maupun eksportir dalam kegiatan ekspor
  5. Mempertinggi tingkat kepastian usaha bagi produsen dan eksportir melalui pencarian pasar yang tidak terbatas di luar negeri
  6. Mempertinggi tingkat penyerapan tenaga kerja lewat berbagai kegiatan ekonomi yang ditujukan untuk ekspor komoditas tradisional maupun komoditas industri manufaktur
  7. Pengembangan industri untuk tujuan ekspor secara tidak langsung merupakan proses untuk mensubstitusi barang-barang manufaktur
Studi Hankla dan Kuthi menyebutkan rezim multipartai di suatu negara secara signifika lebih memilih proteksi perdagangan yang lebih rendah ketimbang rezim otokrasi, monarkhi, dan junta (militer). Secara teoritis, ada dua argumentasi yang bisa menjelaskan, yang sebenernya keluar dari pakem neoklasik. Pertama, negara-negara berkembang yang saat ini mengalami tahap industrialisasi pada awalnya sudah memberikan landasan kebijakan yang mengorientasikan ekonominya untuk melihat keluar. Kedua, negara-negara maju ternyata lebih menonjolkan kebijakannya kepada pemberian insentif untuk membangun investasi infrasturktur spesifik yang sesuai dengan kondisi negaranya memperbaiki SDM melalui pelatihan-pelatihan, yang merupakan faktor keunggulan komparatif dari paradigma strukturalis.

Aspek kelembagaan yang paling penting untuk memperkuat orientasi ekspor itu sekurangnya ada tiga variabel, yaitu korupsi, kualitas birokrasi, dan hak kepemilikan. Riset yang dilakukan Faruq menunjukkan lingkungan kelembagaan yang baik, seperti korupsi yang rendah, birokrasi yang lebih efisien, dan jaminan hak kepemilikan yang bagus akan memperbaiki kualitas ekspor suatu negara.

📜 Sentralisasi dan Desentralisasi

Secara teoritis, desentralisasi dapat didefinisikan sebagai penciptaan badan yang terpisah (bodies seperated) oleh aturan undang-undang dari pemerintah pusat, yang pemerintah lokal diberi kekuasaan formal untuk memutuskan ruang lingkup persoalan publik. Jadi, basis politik berada di tingkat lokal, bukan nasional. Prinsip desentralisasi dalam literatur ekonomi, percepatan dan intensitas desentralisasi dapat berjalan dengan merujuk dua model berikut. Pertama, mengubah secara drastis karakter sentralisasi pengelolaan negara dan menerapkan dalam tempo singkat (shock therapy approach). Model tersebut dipercaya mampu untuk mewujudkan tujuan. Kedua, pemerintah menjalankan program terpadu dalam rentang waktu tertentu dengan cakupan yang terukur dan terorganisir (gradual approach). Model tersebut memiliki kelemahan dalam jangka panjang.

📜 Statisasi dan Privatisasi

Privatisasi merupakan agenda reformasi ekonomi penting yang dijalankan oleh banyak negara, khusunya di negara-negara berkembang. Sperenger menyatakan privatisasi merupakan agenda paling penting dari kontroversial dari transisi negara-negara sosialis menuju ekonomi pasar. Tentu saja, privatisasi tersebut juga tidak lepas dari dorongan dari lembaga donor, seperti World Bank dan IMF, yang sejak dekade 1980-an mempromosikan kebijakan penyesuaian sturktural bagi negara berkembang, di mana tujuan dari kebijakan tersebut salah satunya adalah merangsang pengalihan kegiatan ekonomi dari semula dikelola negara menjadi milik swasta.

Ada lima tujuan yang bisa dindetifikasikan dari proses privatisasi:
  1. Sebagai instrumen mengingkatkan pendapatan negara/pemerintah
  2. Menyebar bagian kepemilikan (aset) di sebuah negara
  3. Diharapkan berimplikasi pada perbaikan distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
  4. Mengurangi masalah yang timbul dalam hal pembayaran di sektor publik, dan
  5. Mengatasi kinerja yang buruk pada industri (perusahaan) nasional (negara).

Begitulah tujuan dari privatisasi membentang mulai dari sebagai alat meningkatkan pendapatan negara sampai pada tujuan perbaikan distribusi pendapatan. Tetapi dari seluruh tujuan tersebut, semangat inti yang hendak diraih dari proses privatisasi adalah meningkatkan kinerja perekonomian nasional secara keseluruhan. Indonesia sendiri tidak lepas dari tren privatisasi tersebut, lebih karena diidorong oleh realitas kinerja BUMN yang buruk.


Sumber: Yustika, Ahmad Erani. 2013. Ekonomi Kelembagaan: Paradigma, Teori, dan Kebijakan. Jakarta: Erlangga.

Related Articles

0 wanderer:

Posting Komentar