Kelembagaan bersifat dinamis dan mengikuti perkembangan zaman, karena itulah perubahan kelembagaan memiliki dua dimensi, yaitu perubahan konfigurasi antarpelaku ekonomi akan memicu terjadinya perubahan kelembagaan (dalam pendekatan ini, perubahan kelembagaan dianggap sebagai dampak dari perubahan pelaku ekonomi) dan perubahan kelembagaan yang sengaja didesain untuk memengaruhi kegiatan ekonomi (kelembagaan ditempatkan sebagai instrumen untuk mengatur kegiatan ekonomi, termasuk aktor ekonomi yang terlibat).
Perubahan kelembagaan ini sama pentingnya dengan desain kelembagaan, karena itulah dibutuhkan beberapa teori sebagai pemandu proses perubahan kelembagaan.
📜Perubahan Kelembagaan dan Transformasi Permanen
Perubahan kelembagaan berarti terjadi perubahan dalam regulasi dan organisasi, perilaku, dan pola interaksi. Arah perubahan ini disebabkan oleh meningkatnya perbedaan prinsip-prinsip dan pola umum dalam kelembagaan yang saling berhubungan, sementara dalam waktu yang sama terjadi peningkatan kebutuhan untuk melakukan integrasi dalam sistem sosial yang kompleks.
Perubahan kelembagaan ini mendorong perubahan kondisi, yang kemudian mendorong penyesuaian baru yang diperlukan melalui faktor eksternal (feedback) dan faktor internal (melalui internalisasi potensi produktivitas dan pemanfaatan sumber daya untuk menciptakan keseimbangan baru).
Dengan demikian, perubahan kelembagaan adalah:
Proses transformasi permanen yang merupakan bagian dari pembangunan.
Tujuan dari perubahan ini adalah untuk menginternalisasikan potensi produktivitas yang lebih besar dari perbaikan pemanfaatan sumber daya yang secara simultan akan menciptakan keseimbangan baru.
Lima proporsi yang mendasari karakteristik dari perubahan kelembagaan adalah:
- Interaksi kelembagaan dan organisasi yang terjadi terus-menerus di dalam setting ekonomi kelangkaan, dan kemudian diperkuat oleh kompetisi, merupakan kunci terjadinya perubahan kelembagaan.
- Kompetisi akan membuat organisasi menginvestasikan keterampilan dan pengetahuan untuk bertahan hidup. Jenis keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan oleh individu dan organisasinya akan membentuk perkembangan persepsi tentang kesempatan dan pilihan yang mengubah kelembagaan.
- Kerangka kelembagaan mendikte jenis keterampilan dan pengetahuan yang dianggap memiliki hasil maksimum.
- Persepsi berasal dari konstruksi/bangunan mental para pemain/pelaku.
- Cakupan ekonomi, komplementaritas, dan eksternalitas jaringan matriks kelembagaan menciptakan perubahan kelembagaan yang meningkat dan memiliki jalur ketergantungan.
Perubahan kelembagaan juga bisa muncul dari perubahan tuntutan pemilih atau perubahan kekuasaan pemasok kelembagaan (pemerintah). Perubahan kelembagaan juga dapat muncul dari sisi atas (supply) yang berupa hasil regulasi dari pihak yang memiliki otoritas, maupun dari sisi bawah (demand) dimana merupakan hasil pertarungan antarpelakunya.
North juga percaya bahwa terdapat dua faktor utama sebagai cara untuk memahami perubahan dinamika kelembagaan. Pertama, perubahan kelembagaan sebagai hubungan simbiotik antara kelembagaan dan organisasi yang mengelilingi di sekitar struktur insentif yang disediakan oleh kelembagaan. Kedua, perubahan kelembagaan sebagai proses umpan balik dimana individu merasa dan bereaksi terhadap perubahan berbagai kesempatan.
Perubahan kelembagaan ini tidak terjadi dengan cepat dan tanpa hambatan. Sebaliknya, walaupun proses kelembagaan ini terjadi secara permanen, proses kelembagaan penuh liku dan tidak selalu menuju pada perbaikan efisiensi.
📜Perubahan Kelembagaan dan Kelompok Kepentingan
Sebenarnya, bagaimana proses dari perubahan kelembagaan itu sendiri? Menurut North, proses perubahan kelembagaan dapat digambarkan sebagai berikut:
Perubahan harga relatif mendorong satu atau dua pihak mengadakan pertukaran (politik atau ekonomi) untuk menunjukkan bahwa satu atau kedua belah pihak dapat bekerja lebih baik dengan kesepakatan atau kontrak yang telah diperbarui. Karena kontrak disusun dalam peraturan yang hierarkis, renegosiasi tidak mungkin dilakukan tanpa adanya restrukturisasi peraturan yang lebih tinggi (dan renegosiasi juga memerlukan biaya yang besar).
Terdapat dua cara untuk menganalisis perubahan kelembagaan: pertama, pendekatan biaya dan manfaat (
cost and benefit) yang meyakini bahwa kekuatan motif dapat membangun kelembagaan menjadi lebih efisien. Pendekatan ini biasa disebut 'teori naif' dari perubahan kelembagaan. Kedua, memandang perubahan kelembagaan sebagai hasil perjuangan antara kelompok-kelompok kepentingan, yang kemudian disebut sebagai teori kelompok kepentingan dalam perubahan kelembagaan.
Teori naif fokus pada hasil perubahan kelembagaan dan menyatakan bahwa kelembagaan yang efisien bisa muncul secara otomatis walaupun semu. Sementara teori kelompok kepentingan menekankan pada proses yang mendorong ke arah perubahan kelembagaan.
Sementara, Hira dan Hira menjelaskan perubahan kelembagaan dari perspektif yang berbeda, yaitu perubahan kelembagaan terjadi sebagai reaksi dari faktor ekonomi baru, yang biasanya direfleksikan dengan adanya perubahan harga relatif dan selera. Selain itu, wirausahawan mengeksploitasi seluruh potensi yang terdapat dalam sebuah sistem kelembagaan, yang ujungnya akan menghasilkan perubahan yang inovatif.
Namun, kesimpulan tersebut bisa menyesatkan karena tiga alasan:
- Karena masalah free-rider : perubahan kelembagaan tidak perlu terjadi meskipun terdapat tuntutan bagi berlangsungnya perubahan kelembagaan.
- Sekalipun kelompok-kelompok dari individu secara sukarela menyetujui terhadap kesepakatan kelembagaan baru yang menghasilkan keuntungan bersih, di mana diharapkan laba tersebut bisa positif untuk masing-masing individu, tetap saja kesepakatan itu tidak akan meningkatkan keuntunga sosial.
- Interpretasi terhadap perubahan kelembagaan yang efisien mengabaikan distribusi kekuasaan di dalam ekonomi.
Dengan begitu, perubahan kelembagaan merupakan hasil perjuangan antara berbagai kelompok yang berharap mendapatkan pembagian lebih baik di dalam pemanfaatan sumber daya dan distribusi pendapatan dan mereka yang berusaha menghalangi. Empat hal yang meliputi individu atau kelompok yang berusaha mengubah kesepakatan kelembagaan atau lingkungan kelembagaan, bisa dipertimbangkan sebagai sumber perubahan:
- Perubahan harga relatif dalam jangka panjang bisa mendorong ke peningkatan aktivitas ekonomi tertentu atau membuat aktivitas ekonomi baru. Jika kelembagaan ekonomi yang sedang berjalan tidak cocok untuk meningkatkan atau menciptakan aktivitas ekonomi baru, maka orang-orang akan memiliki rangsangan untuk melakukan perubahan kelembagaan.
- Kesempatan teknologi baru bisa menciptakan pendapatan yang potensial, yang hanya dapat ditangkap jika kelembagaan ekonomi yang sedang berjalan dapat diubah. Sumber perubahan kelembagaan ini terjait dengan poin sebelumnya, karena perubahan harga relatif dalam jangka panjang merupakan alasan utama untuk mengadopsi kesempatan teknologi baru di dalam kegiatan ekonomi.
- Kesempatan dalam mencari rente dapat memicu kelompok kepentingan melakukan perubahan kelembagaan guna menyesuaikan sewa dan redistribusi pendapatan sesuai keinginannya. Kesempatan ini bisa muncul karena terjadi perubahan dalam sistem ekonomi.
- Perubahan dalam sikap kolektif bisa juga menyebabkan perubahan kelembagaan.
Scott mengidentifikasi empat fase dimana perubahan kelembagaan terjadi dalam konteks historis, dimana perubahan kelembagaan dipicu oleh otoritas formal (regulasi) maupun informal (kesepakatan maupun nilai yang berkembang):
- Perubahan spontan dan tidak berlanjut oleh revolusi dan penaklukan
- Perubahan spontan dan ikremental dari pemanfaatan tradisi dan perilaku umum
- Perubahan ikremental oleh proses pengadilan dan evolusi undang-undang umum
- Perubahan ikremental yang dilakukan oleh imperialis, birokrasi, atau politik
Dua faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kelembagaan adalah:
- Permintaan dari pelaku (contoh: tenaga kerja dalam perusahaan). Contohnya ketika para tenaga kerja menuntut kenaikan upah dengan cara mogok kerja, ketika keadaan sudah tidak dapat dikendalikan, para pemilik modal mau tidak mau akan menuruti permintaan tersebut agar perusahaan dapat kembali berjalan seperti sedia kala. Proses ini tentu telah mengubah kelembagaan.
- Penawaran dari lembaga yang memiliki otoritas spesifik (contoh: perubahan undang-undang oleh pemerintah). Contohnya ketika pemerintah tiap tahun meningkatkan upah minimum. Perusahaan mau tidak mau harus mengikuti regulasi yang telah ditetapkan pemerintah tersebut.
Selain itu, terdapat juga dua tipe perubahan kelembagaan berdasarkan proses yang dilakukan, yaitu perubahan kelembagaan terinduksi (modifikasi/penggantian kesepakatan kelembagaan yang telah ada/menambahkan kesepakatan kelembagaan baru yang dieksekusi, diorganisasi, atau diinisiasi oleh kelompok untuk menyikapi kesempatan yang bisa memberikan keuntungan), selain itu juga ada perubahan kelembagaan yang dipaksakan (sama dengan sebelumnya, hanya saja dieksekusi oleh tata pemerintahan atau hukum)
📜Alat Ukur dan Variabel Perubahan Kelembagaan
Tolak ukur secara makro maupun mikro alat ukur ini
sangat dibutuhkan oleh para pengambil kebijakan sehingga mereka mengetahui
jenis kebijakan mana yang sedang dibutuhkan. Untuk mencapai perupahan dalam
kelembagaan harus dibuat detail rancangan tindakan yang akan dilakukan serta
efek apa yang mau ditimbulkan seperti pada level makro maka otoritas pemerintah
lah yang bergerak. Dalam proses transisi pasti ada beberapa kebijakan yang akan
dirubah dan pastinya akan bersinggungan dengan kebijakan lain misalnya saja
lahan public seperti masalah free riders dan sebagainya. Pada level mikro
perubahan kelembagaan terjadi pada pemilik modal dengan tenaga kerjapada zaman
dalu keuntungan lebih kepada budak tetapi di era sekarang ini lebih kepada
pemilik modal. Dalam perubahan kelembagaan informal berasal dari reputasi,
kredibilitas, dan konsensus basis-basis kelembagaan informal ini apabila
dicapai dengan benar akan menopang kinerja.
📜
Organisasi, Pembelajaran, dan Perubahan Kelembagaan
Dalam konteks ekonomi, perubahan kelembagaan selalu
dikaitkan dengan atribut keuntungan yang bakal dinikmati oleh pelaku yang
terlibat di dalamnya. Dengan diktum ini, perubahan kelembagaan memiliki
keuntungan bagi masyarakat hanya jika biaya-biaya yang muncul akibat
perlindungan hak-hak lebih kecil ketimbang penerimaan dari alokasi sumber daya
yang lebih baik. Apabila biaya yang muncul terlalu tinggi, mungkin diperlukan
langkah untuk mendesain kelembagaan non pasar dalam rangka mencapai alokasi
sumber daya lebih efisien. Tentu saja, salah satu kelembagaan nonpasar datang
dari pemerintah/negara. Dalam posisi ini pemerintah mengintroduksi kebijakan
yang bisa memengaruhi aktivitas ekonomi. Pada kasus di sektor pertanian,
misalnya, persoalan yang umum dijumpai adalah keengganan petani untuk mengambil
resiko apabila dihadapkan dengan penggunaan/perubahan teknologi. Pemerintah
dapat memengaruhi atau mengubah sikap tersebut dengan mengeluarkan kebijakan,
misalnya, penjaminan risiko sehingga petani mau mengambil kesempatan untuk
mengadopsi teknologi baru. Bila jalur ini berhasil, maka proses perubahan
kelembagaan akan terjadi.\
Dalam praktiknya, kegiatan transaksiekonomi akan
selalu memakai satu di antara dua instrumen berikut: pasar atau organisasi.
Menurut Coase, pasar dan organisasi merupakan dua tipe ideal koordinasi dalam
proses transaksi pertukaran. Pasar yang ideal dikarakteristikan oleh fakta
bahwa hukum harga sebagai ‘kecukupan statistik’ bagi sumber pengambilan
keputusan individu. Sebaliknya, organisasi yang ideal dicirikan sebagai
keseluruhan bentuk koordinasi transaksi yang tidak menggunakan instrumen harga
untuk mengomunikasikan informal di antara pelaku-pelaku transaksi.
Perubahan kelembagaan bisa dipetakan dalam dua tahapan
berikut: peningkatan pendapatan (increasing return) dan pasar tidak sempurna
(imperfect market) yang mengakibatkan tingginya biaya transaksi.
Sumber: Yustika, Ahmad Erani. 2013. Ekonomi Kelembagaan: Paradigma, Teori, dan Kebijakan. Erlangga
0 wanderer:
Posting Komentar