Sumber gambar: Youthmanual
|
"Saatnya mengucapkan selamat tinggal pada seragam, jadwal pelajaran yang terstruktur, MPK/OSIS, sahabat-sahabat sepermainan, dan guru-guru killer-tapi-pasti-yang-paling-dirindukan. Masa-masa cinta monyet yang menggemaskan dan memalukan bila dikenang, kini akan ditinggalkan mengingat umur yang semakin dewasa. Semakin tinggi kesadaran diri untuk memantaskan diri demi orangtua tersayang dan masa depan yang menghadang melintang."
Saatnya selangkah lebih dekat, untuk kembali ke asal; masyarakat.
***
Aku adalah salah satu dari yang mungkin kamu impi-impikan; lulus mulus lewat jalur SNMPTN/undangan/prestasi/tanpa tes, you name it.
Perjalananku mencapai titik ini tidaklah mudah. Butuh perjuangan selama tiga tahun di SMA, dan segalanya tidak berjalan semulus yang kamu bayangkan. Jujur saja, sejak awal aku tidak pernah mengincar jalur ini, yang kupikirkan hanyalah bagaimana caraku menemukan passion dan menentukan jurusan dimana aku ingin menimba ilmu lebih.
Ketika kelas 10, aku berkesempatan menjadi bagian dari Majelis Perwakilan Kelas/Organisasi Siswa Intra Sekolah setelah melalui tiga tahap seleksi yang begitu menguras waktu dan tenaga. Menjadi bagian dari organisasi internal sekolah, tentu terdapat tanggung jawab yang sangat besar. Saat itu aku juga menjadi bagian dari Mikata Nigoku, sebuah ekstrakurikuler Bahasa Jepang. Masing-masing memiliki beragam program kerja dan tanggung jawab yang berbeda dan semua itu harus seimbang dengan track record akademisku di kelas.
Berat? Tentu. Hingga aku harus merelakan salah satunya ketika kelas 11.Nilaiku bahkan sempat turun sebanyak dua kali. Tapi untunglah aku masih diajak untuk terlibat langsung dalam beberapa event. Bahkan aku masih aktif dan terlibat langsung dalam acara terbesar di SMA-ku selama dua tahun berturut-turut.
Kelas 12, saatnya untuk kembali fokus pada tujuan utama; belajar. Sejak semerter 5 aku sudah rajin mengikuti beberapa try out SBMPTN dan membeli sebuah buku latihan soal SBMPTN setebal bantal--bahkan lebih.Sejak dulu aku lemah di matematika, dan itu menjadi sebuah ketakutan ketika nanti aku menghadapi SBMPTN sesungguhnya. Strategiku, aku mencoba lebih fokus dan meningkatkan kemampuanku di bidang yang paling aku kuasai.
Ketika pengumuman seleksi 50% SNMPTN, aku satu-satunya di kelas yang tidak mengecek apakah aku lolos seleksi atau tidak. Hal itu baru kucek sebelum tertidur dan ternyata aku termasuk. Tentu reaksi pertama adalah tidak percaya, mengingat prestasiku yang biasa-biasa saja di kelas, nilai sempat turun, dan teman-temanku yang jauh lebih aktif di kelas. Selain itu, aku tidak pernah diikutsertakan dalam olimpiade atau memenangkan perlombaan akademik. Benar-benar tanpa prestasi atau kejuaraan apapun.
Sebuah kesempatan tidak pernah datang; dirimu sendiri yang menciptakannya.
Singkat cerita, setelah melakukan riset selama beberapa minggu setelah keinginanku untuk memilih jurusan Arkeologi UGM ditolak mentah-mentah, aku menentukan Ekonomi Pembangunan UB sebagai tujuanku selanjutnya. Mungkin banyak yang tidak familiar karena jurusan ini memang tidak sepopuler Manajemen atau Akuntansi di ranah ekonomi. Namun, dua orang role model-ku, Ibu Sri Mulyani dan Bapak Boediono yang telah begitu berjasa membangun dan menstabilkan perekonomian negara ini adalah lulusan jurusan ini. Itu salah satu alasan mengapa aku memilih kuliah di jurusan ini.
Bahkan, diantara teman-temanku tidak ada yang tertarik apalagi mengambil pilihan yang sama denganku. Lucu, terkadang. Popularitas sebuah jurusan ternyata lebih seksi untuk menjadi penyebab mengapa jurusan itu dipilih dibandingkan dengan kompetensi yang akan diperoleh nantinya.
Ketakutan itu selalu ada, terlebih ketika hari pengumuman itu datang. Pengumuman dilakukan tepat jam 2 siang sementara aku sendiri pun berharap-harap cemas apakah aku diterima atau tidak. Satu jam sebelum pengumuman, aku memilih tidur.
Iya, tidur. Bukannya berdoa atau melakukan ibadah. Segitu takutnya.
Ketika terbangun, saat itu jam 3 sore. Ponselku berdering-dering tanda banyaknya notifikasi yang masuk. Teman-temanku baru saja membuka dan sebagian dari mereka diterima di pilihan pertama mereka. Beberapa ada yang mendapatkan kotak merah--tanda tidak diterima. Saat aku tengah membaca banyak pesan yang masuk menanyakan hasilku, Ibu datang dan beliau berkata dengan begitu bahagia,
"Nduk, kamu diterima, Nduk..."
Setengah sadar, aku mengiyakan dan...... ya, aku menangis. Perjuanganku selama lima semester tidak sia-sia, namun berhasil mengantarkanku duduk ke bangku kuliah tanpa harus melalui ujian masuk. Bangga akan diriku sendiri dan ketabahanku dalam menimba ilmu. Terlebih aku diterima di pilihan pertamaku, benar-benar sebuah pencapaian luar biasa di tengah berbagai permasalahan yang menimpaku di tahun terakhir SMA-ku. Setidaknya aku berhasil membanggakan kedua orangtuaku dan meringankan sedikit beban mereka.
***
Tidak ada usaha yang sia-sia. Perjuanganmu mengukir nilai dan prestasi yang fantastis di kelas tidak akan tanpa hasil. Perjuanganmu menyeimbangkan waktu antara organisasi, ekstrakurikuler, dan akademik tidak akan membuatmu kecewa. Semua memiliki berkah dan ujiannya masing-masing.
Diterima melalui jalur prestasi tidak akan membuatmu sombong, justru bebanmu semakin bertambah; mampukah kamu, yang 'masuk duluan', dapat lulus dan 'keluar duluan' pula?
***
SNMPTN-ku:
- Sertifikat yang disertakan cuma sertifikat MPK/OSIS, dan 2 kepanitiaan. Tidak ada sertifikat lomba atau apapun.
- Pilihan pertama Ekonomi Pembangunan UB, kedua Ekonomi Keuangan Perbankan UB, ketiga UGM
- Perbanyak ibadah (wajib ataupun sunnah) dan pasrahkan segalanya
- Optimis
Selamat Berjuang!💕💙
0 wanderer:
Posting Komentar