Kemarin-kemarin, kelasku kedatangan guru SBK ku, pak Sai. Kita, yang lagi mbulet berkutat dengan angka-angka setan yang bikin otak melilit kayak benang ruwet bersama pak Tahid, bingung seketika. Kelas langsung hening.
Paknya ngapain ke sini? Mau ngasih PR tambahan? Mau ganti materi? Apa mau curhat?
Agak lama, beliau baru bicara,
"Saya dapat teguran dari Bu Kepala. Kelas ini dan kelas-kelas sembilan lainnya harus membersihkan bekas-bekas pigmen dan extender yang kemarin digunakan buat ngelukis kaos. Atau kalian harus ngganti karpetnya." jeda sebentar. "Boleh disikat, apa saja. Yang penting bersih."
Uum, aku nggak terlalu inget paknya ngomong apa, yang jelas disuruh bersihin karpet atau kalo nggak mau repot, NGGANTI KARPET SATU KELAS.
Ukh, ini pertama kalinya aku merasa nyesel punya kelas 'terbesar' di Matsanewa. Mana kata Ian, perkiraan harganya DUA JUTA jugak. Jadi setiap anak urunan kira-kira 60-70 ribu. Mau bilang apa aku ke ortuku?
Setelah pak Sai pergi, setelahnya pak Pandri dateng.
Ini paknya ngapain jugak? Mau nyuruh kita pindah ke masjid lagi karena ada rapat? Atau mau curhat jugak?
"Nak, ini tolong karpetnya dibersihkan." dan seterusnya aku nggak tau, nggak dengerin sih. Pokoknya disuruh bersihin karpet, cuma kalo pak Pandri 'lebih' menjurus ke topik pembicaraan/?
Waktu ada jam kosong, kita langsung rapat kelas. Langsung bagi tugas, semua anak bawa sikat, terus ada yang bawa detergen, tiner, lap, hairdryer (walaupun pada akhirnya nggak berguna dan akhirnya pakai vacuum cleaner, pinjem OB sekolah), dan sebagainya. Bersih-bersihnya besok waktu pelajaran bahasa Inggris, soalnya, perkiraan Bu Hanik masih belum masuk sekolah.
Haah, karpet, karpet. Seandainya kami dulu lebih telaten ngecatnya biar nggak tumpah-tumpah, pasti nggak bakalan kayak gini.
Oh, chotto matte, dan aku masih bingung, kenapa KITA yang harus ngganti karpetnya? Kok bukan sekolah aja? Kan duitnya banyak tuh. Lagian kita udah bayar SPP kok, jadi fasilitas sekolah jadi punya kita semuanya kan? Dan kenapa kok mahal banget? Emang mau beli karpet beludru?
Terima ae wes rek, atau kalian bakaan di-DO lho, hahaha :D *just kidding*
Paknya ngapain ke sini? Mau ngasih PR tambahan? Mau ganti materi? Apa mau curhat?
Agak lama, beliau baru bicara,
"Saya dapat teguran dari Bu Kepala. Kelas ini dan kelas-kelas sembilan lainnya harus membersihkan bekas-bekas pigmen dan extender yang kemarin digunakan buat ngelukis kaos. Atau kalian harus ngganti karpetnya." jeda sebentar. "Boleh disikat, apa saja. Yang penting bersih."
Uum, aku nggak terlalu inget paknya ngomong apa, yang jelas disuruh bersihin karpet atau kalo nggak mau repot, NGGANTI KARPET SATU KELAS.
Ukh, ini pertama kalinya aku merasa nyesel punya kelas 'terbesar' di Matsanewa. Mana kata Ian, perkiraan harganya DUA JUTA jugak. Jadi setiap anak urunan kira-kira 60-70 ribu. Mau bilang apa aku ke ortuku?
Setelah pak Sai pergi, setelahnya pak Pandri dateng.
Ini paknya ngapain jugak? Mau nyuruh kita pindah ke masjid lagi karena ada rapat? Atau mau curhat jugak?
"Nak, ini tolong karpetnya dibersihkan." dan seterusnya aku nggak tau, nggak dengerin sih. Pokoknya disuruh bersihin karpet, cuma kalo pak Pandri 'lebih' menjurus ke topik pembicaraan/?
Waktu ada jam kosong, kita langsung rapat kelas. Langsung bagi tugas, semua anak bawa sikat, terus ada yang bawa detergen, tiner, lap, hairdryer (walaupun pada akhirnya nggak berguna dan akhirnya pakai vacuum cleaner, pinjem OB sekolah), dan sebagainya. Bersih-bersihnya besok waktu pelajaran bahasa Inggris, soalnya, perkiraan Bu Hanik masih belum masuk sekolah.
Haah, karpet, karpet. Seandainya kami dulu lebih telaten ngecatnya biar nggak tumpah-tumpah, pasti nggak bakalan kayak gini.
Oh, chotto matte, dan aku masih bingung, kenapa KITA yang harus ngganti karpetnya? Kok bukan sekolah aja? Kan duitnya banyak tuh. Lagian kita udah bayar SPP kok, jadi fasilitas sekolah jadi punya kita semuanya kan? Dan kenapa kok mahal banget? Emang mau beli karpet beludru?
Terima ae wes rek, atau kalian bakaan di-DO lho, hahaha :D *just kidding*